+62 (21) 426-2125 / 0818216000 (call only) jakarta@postiga.co.id

Sekilas membaca, fogging tampak seperti teknik yang berbahaya. Bagaimana tidak? Membiarkan rumah disemprot racun serangga yang tentunya dapat melekat di perabot dan bertahan di udara dalam waktu yang tidak sebentar, apakah aman untuk diri dan keluarga? Sebelum khawatir tanpa alasan, mari simak 5 fakta tentang fogging berikut ini.

1. Mengapa dilakukan fogging?
Penyakit demam berdarah dengue atau DBD masih sering ditemukan di Indonesia. Vektor utama penularan penyakit ini adalah nyamuk spesifik Aedes aegypti, nyamuk yang memiliki siklus hidup yang dapat bertahan di daerah pedesaan maupun perkotaan.

Aedes aegypti betina dapat bertelur di tempat basah mana saja, meski sangat kecil. Mereka dapat ditemukan di tumpukan sampah di perkotaan, ataupun genangan air di pedesaan. Telurnya juga dapat bertahan di tempat yang kering dalam jangka waktu yang panjang, bahkan hingga satu tahun dan menetas saat terendam kembali dalam air.

Walau bukan metode pencegahan utama, fogging adalah salah satu cara yang masih dinilai efektif untuk membunuh nyamuk Aedes agypti dewasa. Tujuannya adalah untuk membunuh sebagian besar nyamuk yang infektif dengan cepat. Di samping memutus rantai penularan, juga menekan jumlah nyamuk agar risiko penyakit DBD juga menurun.

2. Kapan dan di mana dilakukan fogging?
Menurut Kemenkes, kegiatan pengendalian vektor dengan cara fogging diinisiasi saat ada laporan penderita DBD yang masuk ke rumah sakit atau Puskesmas.

Petugas kemudian akan melakukan penyelidikan epidemiologi di sekitar lingkungan penderita DBD terlapor untuk mengetahui apakah ada penderita DBD lainnya atau penderita demam dalam kurun waktu yang mendekati.

Petugas juga akan memeriksa apakah ada jentik di tempat-tempat penampungan air, baik di dalam maupun luar rumah, dalam radius 100 meter dari lokasi tinggal penderita.

Jika ditemukan penderita DBD lainnya—atau ditemukan tiga atau lebih orang yang dicurigai menderita DBD—serta jentik sebanyak ≥5% dari lokasi yang diperiksa, maka akan dilakukan serangkaian penggerakan masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk DBD. Salah satunya pelaksanaan fogging.

Fogging kemudian akan dilakukan mencakup area yang sedikitnya berjarak 200 meter dalam radius rumah yang terindikasi lokasi dengue. Sasarannya adalah semua ruangan baik dalam maupun di luar bangunan karena objeknya adalah nyamuk yang terbang.

3. Apa bahan yang digunakan saat fogging?
Terdapat berbagai opsi racun kimiawi yang digunakan dalam teknik pengabutan nyamuk. Setidaknya 10 bahan kimia berbeda digunakan di berbagai belahan dunia sebagai insektisida saat fogging, seperti pyrethroid, piperonylbutoxide (PBO), S-Bioalletrin, melathion, dan lain-lain.

Di Indonesia sendiri, jenis insektisida yang digunakan saat fogging diatur dalam panduan pengendalian vektor yang dikeluarkan oleh Kemenkes. Insektisida yang digunakan untuk pengendalian vektor demam DBD adalah malathion, pirimiphos-methyl, cypermetrin, dan alfacypermetrin. Sedangkan, insektisida yang digunakan untuk mengendalikan larva/jentik nyamuk vektor DBD adalah temephos dan pyriproxyfen.

4. Apakah fogging berbahaya bagi manusia?
Pada paparan yang singkat dan tidak sering, fogging tidak memberikan efek negatif pada kesehatan yang serius. Namun, jika terpapar terus-menerus maka dapat menyebabkan gangguan saluran pernapasan dan kulit.

Setelah fogging selesai, jangan langsung masuk ke dalam rumah. Tunggu beberapa saat hingga kabut reda, lalu masuklah ke dalam rumah dengan berhati-hati, perhatikan apakah masih ada kabut yang tersisa.

Lantai rumah biasanya akan menjadi licin setelah fogging akibat kandungan minyak pada insektisida. Anda dapat membersihkan rumah dan perabot dengan saksama agar tidak ada residu insektisida yang tertinggal.

5. Adakah cara yang lebih baik dari fogging?
Menteri Kesehatan RI Nila Moeloek dalam portal berita milik Kemenkes RI menyatakan bahwa fogging bukan strategi yang utama dalam menghalau DBD. Pencegahan terbaiknya adalah dengan menjaga kebersihan dan menghilangkan jentik nyamuk, karena dikhawatirkan akan terjadi resistansi nyamuk terhadap insektisida jika dilakukan fogging terus-menerus.

Untuk menghindari serangan DBD, Anda dapat melakukan 3M plus yang sebenarnya sangat sederhana. Anda tentu telah mengenal 3M, yaitu menguras atau membersihkan tempat yang sering dijadikan penampungan air, seperti bak mandi, ember, dan lain-lain; menutup rapat tempat-tempat yang dapat menampung air, seperti kendi, vas, toren air, dan lain-lain; dan mendaur ulang barang bekas yang berpotensi menjadi tempat perkembang biakan nyamuk.

Rangkaian ini kemudian ditambahkan dengan “plus”, yaitu bentuk kegiatan pencegahan lain seperti menaburkan bubuk abate di tempat penampungan air, menggunakan obat antinyamuk, menggunakan kelambu, memelihara ikan pemangsa jentik, dan lain-lain.

Fogging merupakan salah satu cara pemberantasan nyamuk penyebab demam berdarah, namun bukan yang utama dan satu-satunya. Mari menjadi bagian dari kesehatan komunitas dengan menjaga kebersihan lingkungan dan peduli kepada sekitar. Jangan biarkan sampah menumpuk, dan beri perhatian ekstra pada kebersihan lingkungan, saat musim hujan tiba.

source: klikdokter