Dunia saat ini sedang dihebohkan dengan wabah penyakit virus corona yang sedang melanda Wuhan, China. Virus ini dilaporkan sudah menewaskan sedikitnya 26 orang di China, dan menyebar ke paling tidak delapan negara, termasuk Singapura, Thailand, Amerika Serikat, sampai Arab Saudi. Di Jakarta, satu orang kini sedang diobservasi di Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Sarosokarena karena diduga terjangkit virus tersebut.
Virus yang dapat menyebabkan pneumonia tersebut pertama kali muncul di kota Wuhan, Tiongkok. Pemerintah Tiongkok mengatakan virus corona ini berasal dari hewan liar yang dijual di pasar seafood Huanan. Pneumonia sendiri merupakan radang paru-paru yang disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur, dan benda asing lain yang masuk ke saluran paru-paru. Disebutkan, virus penyebab pneumonia di Wuhan ini tidak sama dengan virus yang selama ini sudah dikenali.
Virus korona masih keluarga besar dengan virus flu biasa, juga virus yang lebih parah, seperti SARS dan MERS (middle east respiratory syndrom). Virus yang baru ditemukan di Wuhan ini sementara dinamakan novel corona virus atau 2019-nCoV.
BERASAL DARI HEWAN
Merebaknya virus baru ini menimbulkan kegemparan global. Penyebarannya sangat cepat sehingga membuat panik banyak negara. Virus Corona merupakan penyakit zoonosis, artinya ditularkan antara hewan dan manusia. Centers for Disease Control and Prevention (CDC) di Amerika juga telah menegaskan mengenai hubungan antara kelelawar dan virus Corona. Menurut ahli di sana, virus corona merupakan virus yang beredar pada beberapa hewan, termasuk unta, kucing, dan kelelawar.
Sebenarnya virus corona jarang sekali berevolusi dan menginfeksi manusia dan menyebar ke individu lainnya. Namun, kasus di Tiongkok kini menjadi bukti nyata kalau virus ini bisa menyebar dari hewan ke manusia.
Merujuk pada 2003 ketika pemerintah Tiongkok menghentikan epidemi SARS, beberapa hal penting segera dilakukan. Prinsipnya ialah tindakan pengendalian infeksi dengan berfokus untuk menemukan individu yang menderita demam, kemudian menempatkannya dalam karantina wajib. Dengan cara mengisolasi orang yang terpapar, virus itu berhenti menyebar.
Kemudian segera dilakukan langkah di lapangan untuk menghentikan laju penyebaran virus 2019-nCoV. Langkah awal menghentikan aliran pergerakan orang yang terinfeksi lewat karantina dan isolasi. Transportasi penumpang harus dipantau atau dibatasi.
Sebagai informasi, pasar hewan tempat virus 2019-nCoV diduga muncul terletak dekat salah satu stasiun kereta kota, tempat pemberhentian beberapa kereta berkecepatan tinggi. Diasumsikan bahwa orang-orang dan hewan-hewan hidup, berjalan jarak dekat. Maka itu, sangat mungkin ikut menyebarkan virus ke kota-kota di seluruh Tiongkok. Maka, pihak berwenang mendirikan stasiun pemeriksaan demam di setiap terminal udara, bus, dan kereta.
Terhadap keluarga pasien virus 2019-nCoV diwajibkan uji untuk infeksi dan dipantau secara ketat. Sejauh ini pihak berwenang Tiongkok sudah melacak ratusan kontak dekat pasien yang dikenal. Kompleks perumahan apartemen dan hotel yang diketahui telah menampung orang yang terinfeksi virus 2019-nCoV juga diperiksa. Dilaporkan juga, pemerintah Tiongkok menyiapkan fasilitas khusus untuk mengarantina pasien yang sedang dalam pengawasan suhu badannya.
LANGKAH ANTISIPASI KITA TERHADAP WABAH VIRUS CORONA
Dari sisi ekonomi, wabah ini berdampak luar biasa. Bank Dunia memperkirakan kerugian global akibat wabah virus 2019-nCoV ini sekitar US$54 miliar. Pariwisata dan perdagangan Tiongkok pasti sangat terpukul. Mengacu gambaran di Tiongkok, maka tidak mustahil kejadian wabah virus jenis baru ini juga bisa terjadi di Indonesia. Tiongkok yang kekuatan ekonominya kedua terbesar dunia saja kedodoran menghadapi wabah ini, apalagi Indonesia yang ekonominya tidak sekuat Tiongkok.
Maka itu, sebaiknya ada perencanaan mitigasi untuk menghadapi jika kasus serupa muncul di Indonesia. Sejauh ini langkah paling penting untuk menghentikan coronavirus ialah dengan menahan virus agar tidak menyebar lewat fasilitas medis yang memadai. Ini berkaca pada saat penanganan MERS dan SARS yang menyebar melalui fasilitas medis yang tidak siap. Sangat diperlukan untuk mengadakan pelatihan pengendalian infeksi dan mengajarkan staf medis untuk bekerja dalam tim terpadu.
Panduan penanganan harus segera disusun. Misalnya, memastikan bahwa semua alat pelindung yang terkontaminasi bisa dilepas dengan aman tanpa kontak dengan kulit, wajah, mata, atau tangan. Juga, perlu mendirikan semacam fasilitas khusus untuk pemeriksaan demam di luar fasilitas yang sudah ada, menyaring calon pasien. Selain itu, mengantarkan penderita demam ke jalur masuk yang terpisah dari pasien lain serta sederet langkah teknis lainnya.
WHO memang baru sebatas menyatakan bahwa wabah virus 2019-nCoV ini darurat di Tiongkok, tapi belum menjadi darurat global. WHO juga merekomendasikan beberapa langkah praktis dan teknis untuk mencegah penularan wabah ini. Di antaranya, menghindari kontak dekat dengan penderita demam dan batuk, sering mencuci tangan dengan sabun atau air berbasis alkohol. Lalu penderita jika batuk atau bersin, wajib gunakan masker, jika menderita demam, batuk, dan sekaligus sesak napas, harus segera periksa ke dokter dan seterusnya.
Akan tetapi, tidak ada salahnya jika pemerintah Indonesia segera menyusun perencanaan mitigasi terhadap ancaman penyakit baru itu. Misalnya, memasukkan virus 2019-nCoV sebagai infeksi kelas B. Namun, dalam operasional memperlakukan virus itu sebagai infeksi kelas A, yang berarti wajib karantina. Barangkali ide ini dianggap ekstrem dan ada konsekuensi biayanya, tapi sangat penting jika dipandang sebagai langkah darurat untuk menghentikan dan mencegah penyebaran virus berbahaya ini.
Di sisi lain, kita mempunyai Lembaga Eijkman dan Institute of Tropical Disease Universitas Airlangga yang dikenal sebagai lembaga riset molekuler kelas dunia. Juga, ada BUMN Biopharma yang sampai hari ini memproduksi massal berbagai vaksin dengan standar WHO. Lembaga-lembaga hebat ini bisa sinergi untuk segera melakukan riset vaksin penangkal virus korona dan segera memproduksinya.
Dengan reputasi andal kedua lembaga itu, tidak tertutup kemungkinan Indonesia nanti bisa membantu WHO dengan vaksin produksi Eijkman dan Institute of Tropical Disease Universitas Airlangga bersama Biopharma.
Tentu masih ada kebijakan dan metode lain yang bisa saling melengkapi agar kita lebih siap menghadapi kemungkinan masuknya virus korona ini ke Indonesia.